Perfeksionis: kekurangan atau kelebihan?
Seberapa sering kamu merasa bahwa dirimu adalah seorang yang perfeksionis? Sebenarnya perfeksionis itu salah nggak? Bukankah kita hanya ingin melakukan apapun dengan sempurna dan mendapatkan sesuatu sebagaimana mestinya?
Selain tercipta dalam perbedaan gender, manusia terlahir dalam dua segi sifat kemanusiaan yaitu acuh dan peduli. Tidak ada yang salah dari keduanya, sebab masing-masing punya kadar maksimal dalam implementasi hidupnya di masyarakat. Manusia yang acuh rentan menjadikan dirinya sebagai manusia individualisme yang bisa tanpa apa dan siapa, tapi belum tentu tidak bisa memberikan apa-apa. Manusia yang peduli rentan menjadikan dirinya sebagai manusia seperti apa dan bagaimana caranya berguna. Yuk, kita bahas konteks manusia peduli dan korelasinya dengan sifat perfeksionis.Peduli menurut Bender dalam A. Tabi'in adalah menjadikan diri kita terkait dengan orang lain dan apapun yang terjadi terhadap orang tersebut. Oleh karena itu, orang yang mengutamakan kebutuhan dan perasaan orang lain daripada kepentingannya sendiri adalah orang yang peduli. Peduli menurut penulis, merupakan suatu stimulus dari hati dan otak yang menggerakkan manusia untuk membantu orang lain tanpa menyadari batasan kemampuan dirinya sendiri. Jika dipadukan, keduanya mengandung arti yang sama bahwa peduli adalah membantu orang lain.
Tidak ada yang salah dari peduli selama masih mengetahui batas kemampuan diri. Letak salahnya adalah ketika peduli condong pada perfeksionis, termasuk terlalu peduli pada penilaian orang lain terhadap diri kita sehingga menjadikan kita menuntut diri sendiri supaya terlihat sempurna dan dinilai baik. Terlalu peduli adalah konsep manusia maksa. Peduli itu kadar kemampuan, bukan perjuangan tanpa batas. Tujuanmu adalah untuk bermanfaat, bukan untuk menjadi sempurna.
Perfeksionis
Definisi
- Perfeksionis adalah suatu dorongan untuk menjadikan diri kita sebagai orang yang sempurna, melakukan segala sesuatu tanpa salah, dan ingin terlihat sempurna secara fisik maupun psikologis. Menurut Jennifer Kromberg, seorang psikolog dan terapis, mengatakan bahwa perfeksionis adalah suatu dorongan dari dalam diri untuk terus menerus memiliki kehidupan yang berjalan sempurna. Bukankah kita hanya ingin terlihat sempurna, letak salahnya dimana?
Kelebihan dan kekurangan
- Memiliki standar dan kualitas hidup yang tinggi, namun harus bekerja ekstra bahkan dua kali.
Seorang perfeksionis juga dikenal dengan orang yang sekali bekerja tidak tanggung-tanggung. Dia tidak akan merasa puas dengan manjadi biasa saja sebelum menjadi orang yang luar biasa dengan mencapai targetnya. Dia juga menentukan kadar dan kualitas hidupnya melebihi rata-rata orang biasa. Kalau temannya target 100km berhenti, dia ingin berhenti di 200km bahkan lebih. Tentu standar ini sangat berkualitas, otot polosnya juga akan bekerja lebih maksimal. Sayangnya, dia harus berlari dengan jarak dua kali lipat daripada temannya. Sangat melelahkan, namun ketika berhasil nikmat lelahnya juga akan terbayar.
-Sangat teliti, namun butuh waktu yang lama dan berkali-kali.
Seorang perfeksionis sedikitpun tidak ingin ada kesalahan, istilah kerennya typo. Karena satu huruf salah, bukan sempurna namanya. Satu lembar terlewat, bukan membaca satu buku namanya. Hal ini yang membuat seorang perfeksionis sangat teliti, tidak ingin melewatkan sesuatu apapun meskipun kiranya tidak terlalu penting. Namun, karena sikapnya ini rentan membuatnya kehilangan banyak waktu untuk meneliti dan mengoreksi berkali-kali sehingga memiliki tingkat produktivitas yang rendah.
-Ingin segala sesuatu berjalan dengan baik, namun banyak ngeluh hingga rentan frustasi dan depresi
Seorang perfeksionis menjadikan apa yang dia lakukan selalu baik tanpa kesalahan, terkadang juga berusaha menambahkan aksesoris baru padahal belum tentu dibutuhkan. Selain membutuhkan waktu yang lama, sikap seperti ini rentan membuat dia frustasi dan depresi akibat banyak mikir. Ingin membuat konsep acara yang baru, aksesoris tambahan yang mewah, dan di tempat yang sebelumnya belum pernah dikunjungi. Apresiasi akan datang sebesar-besarnya atas perjuangan pemikirannya yang perfeksionis, namun sebelumnya pasti akan melewati fase depresi karena terlalu banyak berpikir, mempertimbangkan, dan memilih.
Seorang perfeksionis juga cenderung menambahkan hal-hal baru hanya karena ingin memberikan citra dan image yang baik untuk dirinya, namun tidak memperhatikan bahwa belum tentu apa yang dilakukan adalah hal yang orang lain butuhkan, bisa jadi orang akan menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang berlebihan.
-Menjadi seorang yang kritik, namun perlu banyak mengkaji dan berpikir.
Seorang perfeksionis akan memikirkan segala sesuatu dari hulu ke hilir. Dia adalah orang yang kritis dan akan memikirkan semuanya dengan konsep yang matang karena dia membenci hal yang tidak berjalan dengan baik. Menjadi pemikir yang kritis itu perlu, namun untuk beberapa situasi dan kebutuhan yang mendesak, perfeksionis akan cenderung membuang waktu. Selain itu, kadang sifap ini yang membuat dia mengkaji hal yang sebenarnya sudah sederhana namun diperumit lagi hanya karena ingin lebih sempurna.
JADI, PERFEKSIONIS PERLU ATAU TIDAK?
Sifat perfeksionis itu bagus dan perlu. Namun, sesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kemampuan. Jika dihubungkan dengan proses, manusia tidak secara spontanitas menjadi sempurna namun bertahap mulai dari merangkak hingga berjalan, berjalanpun harus tahu arah. Perfeksionis juga bisa meningkatkan kualitas diri seseorang, namun jangan sampai menciptakan batasan-batasan diri sehingga menyebabkan keterkekangan mental bahkan membuat orang sekitar tidak nyaman karena merasa pekerjaannya dituntut.
Penelitian yang dilakukan oleh Gordon L. Flett dan Paul L. Hewitt yang berjudul “Perfectionism in the Self and Social Contexts: Conceptualization, Assessment, and Association with Psychopathology” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perfeksionis dan masalah kesehatan mental, yaitu depresi dan gangguan seperti anorexia nervosa dan bulimia.
Lalu, bagaimana cara mengatasi sifat perfeksionis?
-Bersifat realistis
ketahui apa yang kamu bisa, apa yang kamu punya, dan apa yang bisa kamu berikan. Jangan jadi manusia maksa, namun jadilah manusia yang apa adanya. Kamu dihargai bukan ketika kamu menjadi sempurna, namun ketika kamu berhasil menjadi versi dirimu sendiri. Tidak ada manusia yang sempurna, yang ada hanyalah manusia yang bertanggung jawab.
-Belajar menempatkan diri menjadi orang lain
Manusia hidup sebagai makhluk sosial, bukan individual. Hal yang diperbuat oleh seseorang, juga akan berdampak bagi lingkungan sekitar. Ketika seorang perfeksionis memaksakan kinerjanya dengan sempurna tapi membutuhkan waktu yang sangat lama, hal ini akan menghambat produktivitas diri sendiri dan juga tim. Ketika sekarang nilaimu masih B, frustasi bukan kuncinya. Lihat orang lain yang terlihat biasa aja meskipun nilainya C, bukan berarti acuh tapi barangkali mencari solusi lain. Buktikan dengan belajar lebih giat lagi.
Ketika kamu menjadi seorang pemimpin, sifatmu yang perfeksionis dengan membuat target-target yang memberatkan anggotamu dan mereka akhirnya tertekan. Ketika posisinya dibalik, bukankah itu akan memberatkanmu juga?
-Berdamai dengan diri sendiri
Perlahan, coba berdialog dengan hati. Tanya pelan-pelan akankah hidupmu menjadi bahagia karena batasan-batasan diri untuk menjadikanmu terlihat sempurna? Jika belum bisa tak apa, jangan memaksa. Jika sekarang belum bisa menjawab soal nomor 10, jangan lantas tidak jujur dengan menyontek hanya karena ingin nilai sempurna. Tapi perbaiki dan belajar lagi di remidial hidup selanjutnya. Kualitas hidupmu bukan terletak pada nilai standar yang kamu tentukan, bukan pula pada pujian orang lain namun terletak pada saat kamu bisa bersyukur dan bisa mengembangkan apa yang saat ini kamu miliki.
Semoga bermanfaat, ingat bahagia bukan berarti sempurna, karena manusia bukan makhluk yang sempurna, sampai kapanpun. Namun bahagia, ketika kita bisa bersyukur.
"Lebih baik sedikit namun tuntas, daripada lebih namun berbelit-belit"
Komentar
Posting Komentar