TENTANG DOA DAN KABAR

 

HANYA

 


Hanya sebatas ini bisaku. Bukan hanya sebatas ini rasaku, tapi kuasaku yang tidak mampu menggapaimu. Ada di suatu titik tanpa daya, menginginkan abdiku tapi tak satupun alasan aku bisa melakukannya. Orang-orang mungkin ingin melakukan yang sama, pasalnya ini yang menjadi resiko bersaing dengan ribuan orang di beda posisi. Sama intinya. Tak bergunanya.

Aku baru sadar kalau aku terlalu jauh, bukan hanya itu bahkan terlalu dalam. Orang-orang yang tidak mengerti mungkin akan menyebutnya lebbay. Orang-orang yang pura-pura tuli mungkin akan mengasihani atau bahkan mencaci maki. “siapa suruh kamu memilih jalan ini? Kamu bahkan memilih jalannya sendiri”, kata mereka dalam benakku. aku sama sekali tidak memilih akan seperti ini, ini adalah bagian dari permainan lika-liku menang dan kalah. Bahkan di saat aku menangpun, aku tidak ikut merayakannya denganmu dan di sakitmu aku tidak bisa berbuat apapun. Entah bagaimana mendeskripsikannya.

Sebagian orang mungkin akan mengalami atau bisa membayangkan. Ada suatu fase seseorang akan merasa layak secara hukum dan syariat tapi tidak pantas di mata manusia atau orang yang kita inginkann. Ada pula suatu fase seseorang hanya bisa seperti bayi, merengek dan menangis. Semakin dewasa hidup seseorang akan mematung dengan masalah, semakin tidak mengerti karena tingkatannya yang semakin naik bahkan seperti malampaui usia yang terlalu dini.

Hari ini Fira mendengar kabar sakitnya abdi. Semua orang heboh. Dia tersendak, terdiam dan merengek. Menyesal atas kondisinya sendiri. Bagaimana mungkin dengan posisinya dia tidak melakukan apa-apa. Parahnya bagaimana mungkin sebatas beritanya saja Taunya dari sosial media? Bahkan bagaimana mungkin dia hanya bisa terdiam dan menangis?. Ingin marah. Tidak cukup abdi membuatnya nangis karena cemburunya, rindunya, bahkan sekarang sakitnya. Tidak bisakah abdi kembali sehat dan tidak usah sakit?, pikirnya. Mau marah pada siapa? Tuhan atau hatinya?. Setidakberguna dan setidakberdaya ini. Ibanya tertunduk, hatinya terjatuh, dan khawatirnya gak ketulungan.

Hingga matahari terbenam, kabarpun masih dari media sosial, hingga adzan magrib berkumandang, yang ditunggu fira hanya kabar. Sambil mengkhawatirkannya melalui tuai, menemuinya melalui mimpi. Ah sial, di mimpipun seperti undian kosong.  Fira sadar, jarak yang tidak bisa dilawan dan temu yang tidak bisa dipaksakan setidaknya butuh komunikasi yang intens. Baginya, dia cukup bahagia ketika abdi sudi menceritakan sedihnya dan berbagi sakitnya. Karena dengan itu dia percaya, bahwa ardi menganggapnya cukup layak diberi beban dan berbagi sakit sekalipun abdi tahu hanya sedikit yang bisa fira lakukan yaitu sujud. “Hari ini masih masa tamu istimewaku, mana bisa sujud”, ucap fira yang semakin menggerutu. “Aku hanya bisa mengangkat tangan, mengirim fatihah, dan menengadah ke langit atas Allah untuk abdi. Ya Allah, bahkan tanpa saya merinci masalahnya dan mengatakan kegundahan hati saya engkaupun bisa memakluminya”, ucapnya.

Setiap orang lahir dari iba, semakin bodoh karena cinta. Melalui dua paragraph daily kisah abdi dan fira mungkin orang-orang akan semakin membuat stereotip bahwa cinta adalah pembodohan. Tapi bagiku tidak. Tidak terhitung betapa banyak air mata yang telah aku tumpahkan, justru cinta itu adalah sumber kekuatan. Orang-orang yang terbiasa angkuh dan tegas menolak cinta hanya karena alasan ‘tidak punya alasan yang sama’ berarti belum punya kekuatan. Aku ingin katakana, semakin sering kita menangis semakin kita terlihat bodoh, namun semakin kita merasa kuat dan terbiasa kuat. Jika dilihat dari sisi negatifnya, mungkin menyiksa, membuat sesal, dan lainnya. Namun, coba saja sedikit bijaksana atas cerita tuhan. Sebenarnya ini semua indah, bahkan di titik aku menjerit tidak tahan ternyata esok harinya aku bisa makan dengan lahapnya.

Semua temu memang bahagia, tapi saat terpisah itulah kekuatanmu sebagai seorang hamba. Hamba yang harus lebih taat berdoa. Berdoa untuk kekuatan menahan segala apa yang sakit dan nyata akan dihadapi, rindu dan cemburu misalnya. Jika ketaatan seorang hamba bisa diukur dari seberapa banyak dan lama dia berdoa, maka lakukan itu hingga kamu lupa nominalnya. Bahkan orang-orang yang menangis dalam sujudnya seolah dijadikan hamba paling taat oleh orang sekitarnya. Mengingat ini ketika berkali-kali ingin mengakhiri, melakukan ini ketika berkali-kali overthinking karena gagal memantaskan diri. Selain termenung dan meratapi, manusia punya doa yang sembari menunggu waktu indah dating bisa terus dan terus dipanjatkan. Selamat menunggu, menangislah tidak apa-apa jika itu membuatmu lega. Manusiawi ~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKANKAH INI AKHIRNYA?

Public Speaking: Bakat atu kodrat lahiriah?