LANGIT JUGA MENDUNG

 


Alhamdulillah, hari ini tuhan memberiku pandangan baru. Kamu langit yang saking agungnya tak bisa kusentuh dan kugapai, ternyata juga penuh dengan kekurangan. Sama sepertiku.

Terima kasih telah hadir dengan kekurangan. Membuatku pantas untuk berdialog dengan perasaan dan membuatku terus mengejar. Terima kasih telah tak sempurna, sehingga aku bisa menilaimu sebagai senja yang tengah kutatap dan menundukkan kesombongannya.

Dalam suatu relung, ada rindu yang terus meminta temu. Ruang yang semakin dalam membuatku tak mampu terus-terusan berdiam, berdusta pada aroma padahal sudah jelas bisa kucium rasanya dalam-dalam.

Berkatmu, aku lebih menyukai lautan. Menatap dan bercumbu dengan kekayaan tuhan tanpa ketakutan dan penghalang orang manapun. Orang mungkin mengenalku sebagai pemberani, tapi kenapa aku bak pengecut untuk sekedar bilang menginginkanmu.

Terima kasih telah hadir.

Kekuranganmu sedikitpun tidak mempersempit jendelaku untuk menatap pelangi. Aku hanya lebih menyukai pelangi yang mampu bertukar cerita bahwa oretan warnanya tak selalu sempurna. Sedari membuka mata aku memutuskan untuk menaruh hati pada orang yang kini tuhan tunjukkan atas perasaan kosong ini. Besoknya apalagi, bertambah kian hari. Apa yang menjadi celahmu adalah peluang baru untukku. Memberiku kesempatan untuk mempelajari kekurangan itu dan kulengkapi dengan benih-benih baru.

Memutuskan untuk membersamaimu, termasuk juga menerima segala apa yang menjadi kekuranganmu. Tak sedikit kali membuatku sakit, ketika kekuranganmu bukan menyoal hal lahiriah. Dengan sering menarik nafas dalam-dalam, menengadah ke atas langit menahan genang. Melalui ini, membuatku lebih dekat dengan tuhan pencipta perasaan kita berdua. Kala mulutku mengadu tak sanggup, meminta diri sendiri untuk berbalik arah, tuhan bahkan memintaku kembali pada kalimat pertamaa alinea ini.

Terima kasih telah hadir.

Kelebihan maupun kekurangamu adalah seni yang beragam. Melalui waktu dan keadaan, perasaan beradaptasi dengan kemampuan pertahanan diri. Bahwa konsekuensi yang dengan paksa harus diterima adalah membuka tangan dengan keikhlasan yang sempurna. Kamu hanya langit yang kapanpun bisa tersenyum dan menangis, sedang tugasku adalah membersamai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKANKAH INI AKHIRNYA?

TENTANG DOA DAN KABAR

Public Speaking: Bakat atu kodrat lahiriah?