BATASAN
BATASAN.
Kenapa
diciptakan suatu rasa hingga akhirnya begitu menyiksa? Kenapa diciptakan temu
ketika akhirnya tak bisa saling bertegur sapa. Lantas kenapa juga diciptkan
ruang ketika akhirnya masih saja ada Batasan?
Bersama dua rintik yang datangnya bersamaan ingin kukatakan, “untuk kesekian kalinya aku patah”. Bersama sunyi dan kerasnya gemuruh kuiingin luapkan betapa aku benci, entah tangis atau hujan. Mengapa sedikitpun tidak bisa termaklumi padahal ini sudah terjadi sekian kali. Mengapa juga masih terasa sesaknya seperti ini padahal sudah merasakan hal yang sama berkali-kali. Tanpa kuasa-
Ketika
dipikirkan mengapa tuhan menciptakan suatu Batasan diantara kita? Supaya tuhan
tahu bahwa aku bukan seutuhnya, bahwa ini bukan jati diriku yang sebenarnya. Setiap
orang berhak dicintai dengan layak, diperlakukan dengan seutuhnya dan dihargai
sepenuhnya. Uang tidak bisa membeli segalanya, sebanyak apapun nominalnya tetap
basah ketika ditetesi hujan untuk waktu yang sekali atau sedetik. Mengapa tidak
bisa dimengerti sedang isyarat ini begitu sederhana dan mengapa tidak bisa dihindari
hal-hal seperti ini ketika sumpit hanya butuh pasangannya untuk bisa menyeduh. Haruskah
serumit ini menjadi pribadi yang sadar diri?
Suatu
malam di bulan suci Ramadhan, bisa dibilang malam spesial, ganjil dan diburu
banyak orang. Tepat hujan turun bersamaan. Tepat pula fira jatuh seorang diri,
banyak orang-orang disekelilingnya yang enggan membantu karena tidak mengerti
cara membuatnya bangkit. Ada satu obatnya, begitu pula bisa menjadi penyebab
sakitnya sewaktu-waktu dan sesering itu. Tepat dihadapannya, tersenyum pada banyak
pandangan sekalipun hal biasa dan berjaga untuk memberi fira obat hanya demi
memasuki orang lain yang diprioritaskannya, setiap saat. Dia pernah bilang, tetaplah
menjadi tegar. Namun definisi tegar itu sendiri bagaimana? Apakah harus
manjadi manusia yang tak berprasa atau melupa atau menangis tersendu-sendu
seperti orang yang hilang akalnya?. Fira bangun memapah pundaknya sendiri,
menengadah ke langit untuk bertahan dan menatap setiap rintik hujan. Bedanya dengan
abdi, bersama dengan ruangnya ia berbagi, cerita, tawa, dan semuanya. Seperti terlalu
sulit untuk menoleh 135º
dari posisinya untuk melihat fira yang begitu hancurnya, dari jauh tetap
menatapnya padahal jelas-jelas yang ditatap sebegitu menyakitkannya. bahkan
hingga akhirnya melawan hujan sendiri tanpa satupun yang peduli. benar, semua orang
sibuk dengan masalahnya. -abdi fira
Ada banyak orang yang bisa menebak dari sebuah kronologi film, tapi bahkan nekad untuk tetap menontonnya. Membosankan namun juga memberikan reaksi emosionalnya. ada juga orang-orang yang memilih nekad uji coba rasa sakit, mesikpun bukan uji coba simbolnya tapi simpulannya demikian. suatu waktu akan menciptakan suasan, itu diatur sepenuhnya oleh objeknya. tidak bisa dibeli dengan apapun, apalagi menyempurnakannya dengan materi. kebahagiaan itu mahal harganya, bentuk pengahargaan manusia juga besar pengaruhnya untuk itu
Bersama ini juga aku tegaskan bahwa aku ingin mencukupkan segalanya, mengakhiri segalanya. sebagaimana mestinya. Puncak kebodohan manusia adalah kegagalannya. Menegaskan apa yang tak sanggup dilakukan oleh dirinya sendiri, hingga detik-detik harga dirinya akan mati. Lalu ketika mereda, ia juga akan berkata "Yasudah terima takdirnya, jalani keadannya". Sekacau tulisan ini, seberantakan itu juga pemikirannya. Kesimpulan tidak akan ada tanpa sebuah paragraf. Paragraf rumpang juga akan dimaki banyak orang. Maka selagi sadar, bukankah menegur diri berkali-kali sangat perlu dilakukan? bukan tentang bagaimana suatu kronologi terjadi namun bagaimana caranya membenahi agar bisa dimengerti.
Ya, benar. Batasan ada karena sebuah ketidakharusan dan perbedaan yang memang perlu jarak. Sembari membuat sadar, membuat dewasa juga karena setiap hal yang menyesakkan pasti ada kesan, bukan?. Kesannya bukan hanya sebatas sadar yang harus dimiliki oleh manusia, namun juga sabar. Sabar yang tanpa masa, sabar yang tetap memperbolehkan air matanya berdialog dengan raga yang bahkan tidak bisa menjelaskan jiwa kenapa.
Komentar
Posting Komentar